Senin, 05 April 2010

Cukilan Buku : Seorang Dokter Dari Losarang, Sebuah Otobiografi Dari Prof. Dr. Priguna Sidharta


By. Lisa Andriani

Prof. DR. Priguna Sidharta, alias Sie Pek Giok, demikian ia lebih sering dipanggil, adalah seorang anak pedagang kecil di Losarang, Jawa Barat. Masa kecilnya dilalui dengan kemiskinan, dan juga tekad kuat untuk mendapatkan pendidikan. Kedua orang tuanya sama-sama pekerja keras, namun mereka juga punya kemauan keras untuk menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin. Sejak SD, Sidharrta sudah hidup terpisah dari orang tuanya karena ia harus bersekolah di Indramayu. Setelah itu ia melanjutkan ke Solo, Jakarta dan menyelesaikan pendidikan dokternya di Fakultas Kedokteran Leiden, Belanda.
Di Leiden, Sidharta dikenal sebagai mahasiswa yang tidak pernah kuliah, namun prestasi akademiknya bagus. Ia tidak kuliah bukan karena malas, namun karena sehari-hari ia harus mencari nafkah, membiayai sekolah serta kehidupannya. Ia bekerja sebagai paramedik di RSJ Endegeest, namun tiap ia punya waktu luang, ia akan berusaha mempelajari semua bahan perkuliahan di FK. Setelah lulus pendidikan dokter, Sidharta bekerja menjadi asisten Prof. Verhaart, yang mengepalai bagian neuroanatomi di Fakultas Kedokteran Leiden. Dari sinilah cintanya kepada neurologi bersemi. Dua tahun setelah lulus dari fakultas, ia meraih gelar doctor dengan tesis yang berjudul, “Localization of The Fibre System within The White Matter of The Medula Oblongata and Cervical Cord in Man.” Tesis ini yang menjadi pintu masuknya untuk menjadi seorang ahli ilmu penyakit saraf yang diakui di dunia. Sidharta menjadi tekenal di kalangan dokter-dokter ahli saraf dan sering diundang untuk memberikan ceramah. Bahkan tesis dan teori ilmiahnya dikutip di dalam buku-buku pengajaran neurologi.

Pada tahun 1958, Sidharta memutuskan untuk pulang ke Indonesia, meninggalkan karir akademisnya yang cemerlang di Leiden, guna memenuhi tawaran Prof. Slamet Iman Santoso untuk memajukan bagian neurologi FK UI. Ia bekerjasama dengan Prof. Mahar Mardjono, kepala bagian neurologi FK UI, yang kelak menjadi partnernya dalam menulis buku-buku pengajaran neurologi mahasiswa kedokteran di Indonesia. Selain mengajar, ia praktek di RSCM dan RS Husada, dan menjadi salah seorang dokter Indonesia yang cukup banyak dicari pasien pada masa itu.

Pada tahun 1962, Sidharta mendapatkan beasiswa Colombo Plan untuk studi pasca sarjana di Montreal, Kanada. Sepanjang tahun 1963, ia bekerja di Montreal Neurological Institute, dan berhasil menerbitkan 6 artikel ilmiah selama masa kerjanya. Pada tahun 1964 ia pulang ke Indonesiadan kembali bekerja di UI. Pada tahun 1967 ia mendapatkan tawaran untuk memajukan bagian neurologi Fakultas Kedokteran University of Malaysia. Setelah 3 tahun di Malaysia, ia kembali ke Indonesia lagi, dan sungguh sayang seribu sayang, kedatangan kembali Sidharta ditolak oleh UI.

Terpaksa Sidharta kembali memulai dari nol. Ia kemudian pindah ke RS Persahabatan dan mendirikan bagian neurologi di situ. Selain di RS Persahabatan, ia kembali membuka praktek pribadi di rumah dan juga berpraktek di RS Husada.

Tahun 1974, SIdharta berpindah ke RS Dharma Jaya. Disana ia berhasil memperbaiki citra RS Dharma Jaya yang dulunya dikenal sebagai rumah sakit gila. Di sini sekaligus ia mulai mendidik para mahasiswa kedokteran FK Atmajaya. Tahun 1978, Sidharta berkonsentrasi untuk memajukan pendidikan dokter di Unika Atmajaya, dan akhirnya pada tahun 1987 ia pun resmi dikukuhkan sebagai guru besar neurologi di FK Unika Atmajaya, gelar yang sebenarnya sudah layak disandangnya sejak bertahun-tahun yang lampau, namun tidak terealisasi karena sentimen dari beberapa rekan sejawatnya.

Demikianlah riwayat singkat Prof. Dr. Priguna Sidharta yang dapat dibaca sendiri dalam otobiografinya. Sebagai kaum intelektual, kadang hidupnya di atas, seperti saat ia meraih sukses dalam akademisnya, namun kadang juga ia merasakan di bawah saat ia disia-siakan oleh pemerintahnya sendiri. Beruntung Sidharta adalah seorang manusia yang punya kemauan keras. Hal itu tercermin dari kata-katanya, “Biar saja saya tidak diberi kesempatan mengajar di UI, tetapi mulai sekarang ini saya bertekad untuk mengajar kepada segenap mahasiswa Fakultas Kedokteran seluruh Indonesia!” Kata-katanya bukan sekedar kata-kata kosong karena ia benar-benar melaksanakannya. Melalui buku-buku neurologi klinis yang ditulisnya, ia benar-benar ‘mengajar’ segenap mahasiswa FK yang membaca buku-bukunya.

Membaca otobiografinya, saya merasakan suatu kebanggaan, karena ternyata dari Negara Indonesia yang kita cintai ini, yang banyak dipandang sebelah mata oleh Negara-negara di benua Eropa dan Amerika, dapat memunculkan seorang Sidharta, yang kecerdasan dan penguasaan ilmunya tak kalah dengan Profesor-profesor dari belahan dunia lain. Seorang Sidharta yang sering mendapat kasus yang tanpa harapan namun dapat membalikkan kondisi pasiennya sehingga pulih seperti sedia kala. Andaikan kita punya cukup segelintir saja dokter ahli seperti Sidharta, tak perlu lah dana kesehatan kita mengalir ke negara tetangga seperti Singapura.
Keharuan juga merebak, tatkala Sidharta yang seharusnya dapat meraih lebih banyak sukses jika meniti karir di Eropa, justru memilih pulang ke Negara kelahirannya yang baru saja terbebas dari penjajahan, guna memajukan pendidikan dan kesehatan Negara Indonesia. Walaupun akhirnya kelak cekalan dan pembatasan dari para rekannya sendiri yang menghalangi langkahnya untuk meraih gelar tertinggi dalam bidang akademis tersebut.

Akhir kata, biarlah menjadi sebuah perenungan, apakah kita dapat mengambil sikap seperti Sidharta, yang tidak menyerah pada kemiskinan, dan terus tekun menuntut ilmu demi tercapainya cita-citanya? Apakah kita dapat bersikap nasionalis, dengan memilih mengabdi pada Negara kita yang miskin dan tidak menghargai kaum peneliti seta intelektualitas, daripada mengabdi di negara lain yang mungkin menjanjikan lebih banyak iming-iming menggiurkan? Apakah kita juga dapat bertindak selaku guru sejati yang tak lelah menularkan ilmu dan kepandaiannya pada orang lain, demi lebih majunya kepentingan bersama, daripada menyimpan ilmu kita sendiri rapat-rapat agar kita tampak paling cemerlang sendiri dibanding dengan yang lainnya? Apakah kita juga dapat tetap menghargai wong cilik walau posisi kita sudah di atas? Mungkin hal-hal di atas yang sedikit banyak membuat kualitas dokter di Indonesia kalah pamor dibanding dengan dokter-dokter Negara tetangga. Betapa tidak, tahun 1967, Sidharta diminta ikut memajukan pendidikan kedokteran di Malaysia di Fakultas Kedokteran Universitas Malaysia yang baru berdiri. Sementara di tahun yang sama, Indonesia sudah banyak memiliki dokter-dokter ahli dan juga pendidikan kedokteran yang lebih maju. Namun mengapa 40 tahun kemudian, pembangunan kesehatan di Negara kita justru tetinggal dibanding pembangunan kesehatan negara tetangga?

Inilah PR bagi kita semua, terutama bagi kita-kita yang berprofesi di bidang kesehatan. Marilah kita bersama bahu membahu membenahi lagi bidang kesehatan kita yang saat ini benar-benar sedang terpuruk (dengan banyaknya kasus malpraktek, korupsi, dll). Jangan lagi mementingkan sentimen pribadi atau perbedaan yang ada antara kita karena sebagai warga Negara Indonesia seutuhnya kita seharusnya lebih mengutamakan kepentingan Negara kita di atas segala kepentingan yang lain. Tunjukkan bahwa Indonesia pun punya banyak Sidharta-sidharta lain yang dapat mengharumkan nama bangsa di tengah kancah dunia internasional.

MICHAEL CRICHTON (23 Oktober 1942 - 4 November 2008)


By. Lisa Andriani

Siapakah Michael Crichton?
Saya terdorong untuk menulis mengenai Crichton, karena setiap saya menyebutkan beliau adalah tokoh yang menginspirasi saya, maka orang akan bertanya, "Siapa Michael Crichton ini?" Tapi jika saya sebutkan mengenai serial kedokteran Amerika di Indosiar tahun 90-an, E.R (Emergency Room), mungkin hanya sebagian orang yang tahu. Dan ketika saya berbicara mengenai "Jurassic Park", Pasti mayoritas pernah mendengar mengenai film fenomenal ini. Namun hal ini masih belum menjelaskan, apa hubungan antara Michael Crichton dengan dua film ini.

Michael Crichton tak lain adalah penulis novel Jurassic Park, sekaligus kreator serial E.R. Namun layaknya orang di balik layar lain, namanya tidak bergaung sekeras karya-karyanya. Padahal di samping dua karya di atas, masih banyak lagi tulisan fiksi dan non fiksi yang ia hasilkan.

Michael Crichton lahir di Chicago, Illinois, USA pada tanggal 23 Oktober 1942. Pada tahun 1964 ia mendapat gelar B.A di bidang Antropologi dari Universitas Harvard dengan predikat summa cum laude. Tahun berikutnya ia melanjutkan pendidikan di Harvard Medical School dan menggondol profesi dokter (M.D) pada tahun 1969. Karir ilmiahnya berlanjut sebagai peneliti postdoktoral di Institut Salk untuk kajian ilmu biologi. Selain itu ia pernah menjadi dosen antropologi di Cambridge dan menjadi penulis ilmiah di MIT.

Karir kepenulisan Crichton dimulai sejak ia menjadi mahasiswa kedokteran. pada tahun 1968 ia menulis novel "A Case of Need" dengan nama pena Jeffrey Hudson, dan novel ini memenangkan penghargaan Edgar Allan Poe Award of Mystery Writer di Amerika. Kesuksesannya dilanjutkan dengan novel "The Great Train Robbery" yang diangkat menjadi film, dan lagi-lagi memenangkan penghargaan Edgar Allan Poe untuk skenario film misteri terbaik pada tahun 1980.

Nama Crichton baru benar-benar mendunia saat Jurassic Park (1994) diangkat ke layar lebar, dengan sutradara Steven Spielberg. Film ini membuka mata dunia akan berkembangnya riset kedokteran di bidang biomolekuler dan genetika saat itu. Dalam Jurassic Park, Michael berkisah mengenai keberhasilan manusia menghidupkan kembali dinosaurus yang sudah lama punah hanya bermodal dari DNA dinosaurus yang diperoleh dari fosil nyamuk purba yang pernah menggigit dinosaurus tersebut sewaktu hidup. Film ini makin dihebohkan dengan berhasilnya Sir Ian Wilmut mengkloning mamalia pertama di dunia. Mamalia tersebut, seekor domba yang diberi nama Dolly, lahir pada tahun 1996 dan berhasil bertahan hidup selama 6 tahun.

Karya-karya Crichton yang lain, tak pernah jauh dari masalah sains dan teknologi, banyak lagi yang diangkat di layar lebar, walau mungkin tak ada yang sesukses Jurassic Park. Film-film yang berdasar hasil karyanya antara lain Rising Sun (1993), Disclosure (1994), Congo (1995), Twister (1996: hanya sebagai co-writer), Lost World : Jurassic Park II (1997), Sphere (1998), 13th Warrior (1999), Timeline (2003). Hampir semua filmnya punya ciri, tokoh utamanya adalah seorang ilmuwan dalam bidang-bidang yang spesifik, dari paleontologi, matematikawan, ahli sejarah, antropologi, ahli biologi, biologi kelautan, informatika, sampai peneliti badai. Crichton tergolong sukses dalam meramu antara hal-hal ilmiah dengan drama, sehingga menjadi karya yang enak dicerna. Selain itu sebagai penulis, ia mampu berimajinasi futuristik. Kloning dinosaurus, ataupun virtual reality (Disclosure) bukan tak mungkin akan menjadi sekedar khayalan saja di masa mendatang. Hal ini mengingatkan saya pada Jules Verne, penulis sekaligus futuris terbesar pada abad 19, yang mampu menuliskan mengenai kapal selam, mobil, ac, mesin fax, helikopter, dll, dalam karya-karyanya.

Dalam kehidupan pribadinya, Crichton pernah menikah lima kali dan bercerai empat kali. Ia meninggal pada tanggal 4 November 2008 pada usia 66 tahun akibat kanker di Los Angeles. Namanya diabadikan menjadi nama spesies ankilosaurus yang fosilnya baru ditemukan, yaitu Crichtonsaurus Bohlini (2002).

Bagaimana Crichton Menginspirasi Saya?
I'm a science fiction fans, dan mayoritas fiksi ilmiah yang saya tonton atau saya baca adalah hasil karya beliau. Saya mengagumi beliau sebagai dokter yang menguasai bidangnya dan juga bidang-bidang lain di luar kedokteran. Pada tiap hasil karyanya, saya bisa melihat kehebatan atau betapa jagoannya seorang ilmuwan. Tokoh utamanya selamat karena menguasai teori-teori dan bertindak atas dasar ilmiah. Karyanya membuat saya melihat seorang ilmuwan dari sudut pandang yang berbeda (biasanya kan selalu dilukiskan serius, berkacamata tebal, kuper, asosial, dll). Dan saya juga berpikir, mungkin dengan menjadi dokter akan lebih mudah untuk mempelajari disiplin sains yang lain. Dalam serialnya, ER, ia pun dapat menggambarkan situasi ruang UGD yang penuh hiruk pikuk dengan berbagai pasien, konflik kehidupan dokter, residen, co-ass bahkan perawat dalam serial itu. Saya yakin pasti ada orang-orang yang kemudian tertarik mempelajari kedokteran waktu melihat serial ini.
Thanks to Crichton yang berhasil membuat sains menjadi hal yang menarik....

HASIL KARYA MICHAEL CRICHTON

Novel
  1. THE ANDROMEDA STRAIN, Knopf, 1969
  2. THE TERMINAL MAN, Knopf, 1972
  3. THE GREAT TRAIN ROBBERY, Knopf, 1975
  4. EATERS OF THE DEAD, Knopf, 1976
  5. CONGO, Knopf, 1980
  6. SPHERE, Knopf, 1987
  7. JURASSIC PARK, Knopf, 1990
  8. RISING SUN, Knopf, 1992
  9. DISCLOSURE, Knopf, 1994
  10. THE LOST WORLD, Knopf, 1995
  11. AIRFRAME, Knopf, 1996
  12. TIMELINE, Knopf, 1999
  13. PREY, Harper Collins, 2002
  14. STATE OF FEAR, Harper Collins, 2004
  15. NEXT, Harper Collins, 2006
  16. PIRATE LATITUDES, Harper Collins, 2009

Non-fiksi
  1. FIVE PATIENTS: The Hospital Explained, Knopf, 1970
  2. JASPER JOHNS, Abrams, 1977
  3. ELECTRONIC LIFE, Knopf, 1983
  4. TRAVELS, Knopf, 1988
  5. JASPER JOHNS (revised edition), Abrams, 1994

Skenario
  1. WESTWORLD, Bantam Books, 1975
  2. TWISTER (with Anne-Marie Martin), Ballantine Books, 1996

Film
  1. PURSUIT, ABC Movie of the Week, 1972. (Sutradara)
  2. WESTWORLD, Metro-Goldwyn-Mayer, 1973. (Penulis/Sutradara)
  3. COMA, Metro-Goldwyn-Mayer, 1978. (Penulis/Sutradara)
  4. THE GREAT TRAIN ROBBERY, United Artists, 1979. (Penulis/Sutradara)
  5. LOOKER, The Ladd Company, 1981. (Penulis/Sutradara)
  6. RUNAWAY, Tri-Star Pictures, 1984. (Penulis/Sutradara)
  7. PHYSICAL EVIDENCE, Columbia Pictures, 1989. (Sutradara)
  8. JURASSIC PARK, Universal, 1993 (Co-writer)
  9. RISING SUN, Twentieth Century Fox, 1993 (Co-writer)
  10. DISCLOSURE, Warner Brothers, 1994 (Co-producer)
  11. TWISTER, Warner Brothers/Universal, 1996 (Co-writer, Co-producer)
  12. SPHERE, Warner Brothers, 1998 (Co-producer)
  13. 13TH WARRIOR, Touchstone, 1999 (Co-producer)

Film Lain dari Buku Crichton
  1. THE ANDROMEDA STRAIN, Universal, 1971
  2. THE CAREY TREATMENT, MGM, 1972
  3. DEALING: OR THE BERKLEY TO BOST0N FORTY-BRICK LOST BAG BLUES, Warner Bros, 1972
  4. THE TERMINAL MAN, Warner Bros, 1974
  5. CONGO, Paramount, 1995
  6. LOST WORLD: JURASSIC PARK II, Universal, 1997
  7. TIMELINE, Paramount, 2003

Televisi
ER, NBC, 1994 Creator, (co-exec. producer)

Game Komputer
  1. AMAZON, Tellarium, 1982
  2. TIMELINE, Eidos, 2000
DAFTAR PUSTAKA
1. Michael Crichton, The Official site, http://www.michaelcrichton.com/
2. http://www.answers.com/topic/michael-crichton
3. http://www.harpercollins.com/search/index.aspx?kw=michael crichton
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Michael_Crichton
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Domba_Dolly